Banyak investor tergiur membeli saham murah, hanya karena ingin berspekulasi bahwa harga sahamnya akan melejit nanti. Apalagi di bursa saham ada ketentuan bahwa harga terendah adalah Rp 50. Sehingga banyak investor merasa aman bila membeli saham murah meriah ini, karena pikirnya tidak akan turun lagi. Benarkah aman membeli saham yang murah seperti ini?

Sale

Membeli saham-saham yang berharga murah belum tentu aman. Investor masih memiliki risiko lain, yaitu risiko bankrut / likuidasi perusahaan. Terutama bila kondisi fundamental perusahaan tidak baik.

Di bulan Januari 2013, pelaku pasar saham dikejutkan berita meninggalnya direktur saham PT Dayaindo Resources Tbk (KARK). Penyebab meninggalnya Dirut KARK tersebut diduga akibat gantung diri lantaran didera masalah perusahaannya yang nyaris bangkrut karena digugat pailit oleh krediturnya. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana nasib pemegang saham publik. Menurut data, masyarakat ikut memiliki 58,2% saham KARK.

Tidak hanya ancaman bangkrut, investor juga bisa menghadapi risiko lain, yaitu delisting (saham dikeluarkan dari bursa saham). Walaupun tidak separah pailit, tapi delisting juga bisa membuat investor pening kepala. Terutama, ketidakjelasan harga saham pasam pasca perusahaan sudah tidak menjadi emiten go publik. Sudah banyak kasus delisting karena emiten bermasalah di bursa saham. Contohnya adalah saham Daya Guna Samudera (DGSA), Bintuni Minaraya (BMRA), Super Mitory (SUMI).

BEI di tahun 2013 juga tengah memantau proses restrukturiasasi PT Indo Setu Batu Bara Resources Tbk (CPDW) dan PT Panasia Filament Inti Tbk (PAFI) terkait ancaman penghapusan saham (delisting).

Pada tahun 2013, pihak Bursa mengancam sebanyak tujuh emiten terkena "delisting" di 2013. Emiten yang terancam "delisting", yakni PT Siwani Makmur Tbk (SIMA), PT Central Proteinaprima Tbk (CPRO), PT Panca Wiratama Sakti Tbk (PWSI), PT Indo Setu Bara Resources Tbk (CPDW), Panasia Filament Inti (PAFI), Berlian Laju Tanker (BLTA).

Selain emiten yang terkena delisting tersebut, bahkan BEI sudah resmi melakukan "delisting" pada PT Amstelco Indonesia Tbk (INCF).

Prinsipnya adalah selidiki dahulu sebelum membeli, kenapa harganya bisa ‘murah’ seperti itu. Klau ada barang di toko yang diobral tentu Anda tentu tahu barang yang diobral tentu ada "sesuatunya". Murah barangkali emitennya bermasalah. Pepatah bahasa "Inggris" mengatakan, "Ono rego, ono rupo", alias "Ada harga, ada kualitas"

Sebenarnya kalau investor mau meneliti lebih lanjut kondisi perusahaan sebelum membeli saham, kemungkinan besar ia terbebas dari saham-saham yang berfundamental abu-abu. Perusahaan berfundamental bagus saja bisa bangkrut karena salah manajemen, apalagi perusahaan yang fundamentalnya sudah cenderung tidak begitu bagus.

Ini adalah tips paling penting bila Anda membeli saham. Jangan membeli saham hanya karena harganya murah. Di BEI ada beberapa saham yang nilainya murah sekali. Bahkan banyak sekali yang harganya sangat minim, yaitu 50 rupiah, harga terendah saham di BEI. Jika Anda hanya berpedoman pada harga, maka bisa jadi Anda akan kecemplung tanpa bisa balik lagi.

Faktor harga hanya salah satu faktor saja, masih ada kesehatan keuangan perusahaan, kinerja bisnis, dan prospek ekonomisnya dan lain-lain. Jangan segan untuk mempelajari Analisis Fundamental, karena akan membantu Anda terhindar dari emiten-emiten berfundamental kurang baik. Bila Anda ingin belajar menganalisis kondisi perusahaan, disarankan untuk membaca buku Analisis Fundamental Saham

Semoga bermanfaat

>> Jangan Lewatkan

Buka rekening saham

Dapatkan GRATIS sinyal jual beli saham selama setahun, bila membuka rekening saham lewat JurusCUAN dan setor dana minimal Rp 5 juta
Langsung daftar online buka rekening saham di sini